Seperti halnya pengantin baru lainnya, kami juga di jejalkan dengan pertanyaan "Sudah isi belum?". Setiap pertanyaan itu muncul saya cuma mejawab sekenanya bahkan kadang dengan nada bercanda kujawab "Iye, sudah terisi nasi 1 piring" dan memberikan senyum termanis yang kubisa.
Di awal-awal pernikahan kami masih bersyukur atas keterlambatan pemberian rezeki itu. Kami berpikir mungkin Allah memberikan kami waktu lebih untuk saling mengenal, mengingat justru di awal-awal pernikahan itulah masa terberat yang kami lalui sebagai pasangan suami istri, mungkin salah satu penyebabnya karena faktor perjodohan yang kami lalukan. Merasa bahwa kami tidak cocok satu sama lain.
5 bulan setelah pernikahan, benih-benih cinta diantara kami mulai muncul, dan kami mulai memikirkan tentang buah cinta yang selama ini kami idamkan untuk lebih merekatkan kami.
Tak terhitung berapa testpack yang kuhabiskan dengan 1 garis merah yang mengecewakan. Hingga tibalah saat kami mulai berpasrah diri. Tetapi tetap berikhtiar lebih untuk prosesnya.
"Kalau sampai 1 tahun pernikahanta, saya belum hamil. Ayo pergi ke dokter kakak nah!" seruku ke suami setelah testpack dengan 1 garis mengecewakan kucoba kembali.
Sebenarnya kedua keluarga tidak ada yang terlalu menekan mengenai Masalah ini. Alasannya kami masih sangat muda. Umurku masih 22 tahun sedangkan suami masih 26 tahun saat itu. Umur yang belum masuk kategori mendesak dalam urusan keturunan ini.
Di bulan September di tahun 2016, kami pulang ke Makassar untuk merayakan idul adha, saat itu saya sempat bertengkar dengan adik lelaki saya, bertengkar hebat hanya karena masalah sepele. "Saya tersinggung dengan perkataannya" sangat sepele ...
Padahal saat itu masih dalam suasana lebaran. Pertengkaran itu mungkin awal "mood swing" yang kualami tapi saya lambat menyadarinya.
Kembali ke Mamasa, seorang kakak di tempat kerja berkunjung ke rumah untuk silaturahmi, begitu melihat saya dia langsung berceloteh mengenai perubahan yang ada pada diri saya.
"Ngidam maki nah dek?" pertanyaan itu sontak membuat saya terkejut dan otomatis menggeleng.
Tiba di rumah sakit seorang dokter juga berceloteh seperti itu.
" Hamil mako Fitrah? Kalau kuliahat-lihat ini kayaknya hamil mauko. Ada mako test ki?"
"Ndak tau mi dok .. Ndak ada peka testpack"
Dan si dokter menyarankan saya untuk mengambil testpack di laboratorium dan mengeceknya besok pagi. Walau sebenarnya saya masih ragu-ragu dengan hal itu. Lebih tepatnya takut kecewa untuk kesekian kalinya.
Mendengar 2 orang telah mengatakan kalau kemungkinan saya sudah hamil. Rasa penasaran akhirnya membuat saya tidak bisa menunggu hingga pagi hari untuk memastikannya.
Malam hari itu juga tepat di tanggal 1 Oktober 2016, sehari sebelum ulang tahun pertama pernikahan kami.
Untuk pertama kalinya testpack menunjukkan garis 2 berwarna merah.
Karena masih tidak percaya, keesokan harinya saya memaksa suami untuk membeli testpack kembali untuk memastikan. Lagi-lagi kuulangi proses menegangkan itu di pagi hari tanggal 3 Oktober 2016, dengan urine pertama saya agar hasilnya lebih akurat dan kali ini masih dengan 2 garis merah. Menandakan sebuah kehidupan telah muncul di rahim saya atas seizin dan kuasa Allah.
Garis merah kebahagiaan |
Bahagia dan terharu bercampur aduk di hati kami saat itu. Hadiah terindah di ulang tahun pernikahan kami. Babak baru kehidupan kami dimulai.
Bersiap untuk memastikan kehidupan baru yang telah tumbuh itu mendapatkan segala yang terbaik dari kami "Calon Abah dan calon Umminya".
Post a Comment