Bulan ini saya masih belum sepenuhnya move on dari kejadian yang menimpa saya selama bulan Juni kemarin, yah setelah di bulan Mei saya mendapatkan kebahagiaan dengan hadiah dua garis merah pada testpack, bulan Juni ternyata membawa saya pada satu hal yang baru dalam hidup.
Mungkin postingan kali ini akan sedikit random, tapi rasanya saya ingin membagikan perasaan saya tentang satu fase yang telah saya lalui tersebut. Seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa kami--saya suami dan anak-anak memang senang menantikan hadirnya sosok mungil baru dalam keluarga kami.
Dan bulan Mei adalah awal kebahagian kami, anak-anak sangat gembira saat mengetahui bahwa umminya tengah hamil, dan bahwa tidak lama lagi mereka akan mempunyai adik baru, bahkan saat saya pertama kali mengalami pendarahan pun, mereka selalu berdoa dengan doa yang sama.
"Ya Allah .., pertahankanlah adek yang ada dalam perut Ummi"
Uhh ... saat mengingat moment-moment tersebut saya menjadi sangat terharu, bahkan ketika menuliskan hal tersebut saya masih meneteskan air mata. "Anak-anakku sayang, Kakak Fatih dan Adek Fayyad". Tapi saya tidak munafik, sebagai manusia ketika merasakan rasa nyeri hebat datang--karena KET tersebut, sering kali saya berguman walau dalam hati "Ya Allah, keluarkanlah anak ini, jika hadirnya justru membuat saya merasakan sakit ini"
Suami juga sama dengan saya, ketika dia melihat saya merasakan nyeri yang sangat hebat dia juga berkata agar mengeluarkan saja janin yang saya kandung. Mungkin Allah mendengarkan apa yang terselip dalam hati kami, maka tidak lama setalah itu pendarahan hebat justru semakin intens--dengan sakit/nyeri yang juga semakin terasa.
Lalu, seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, ternyata saya mengalami kehamilan luar kandungan, tepatnya janin tumbuh di tuba falopi (KET), dan qadarallah adik benar-benar dikeluarkan bersamaan dengan tuba falopi kanan saya.
Lega sekaligus Sedih
Setelah operasi dilakukan, perasaan saya tentu saja sedikit lega karena setelah operasi rasa nyeri hebat yang tadinya datang dari dalam perut saya langsung menghilang--jangan tanya tentang nyeri pasca operasi, karena tentunya rasa nyeri itu juga ada dan saya masih berjuang hingga saat ini untuk bisa benar-benar sembuh setelah operasi, bahkan perban masih membalut luka operasinya hingga saat saya menuliskan ini.
Tapi tahukah kalian? selain rasa trauma untuk hamil, ada perasaan sedih yang berangsur-angsur datang dalam hati saya.
Perasaan itu adalah perasaan ... kehilangan. Sebelum pendarahan datang, setiap pekan saya pasti mengambil foto diri saya--untuk melihat perubahan pada perut saya (baby bumb), lalu pasca operasi, saya sering kali masih merasa bahwa diri saya masih hamil. Ada perandai-andaian dalam diri saya "Jika saya masih hamil sekarang, sepertinya perut saya sudah semakin jelas"
Walau hanya sebentar, saya juga merasa kehilangan akan sosok "adek" yang sempat hadir dalam perut saya, membersamai saya selama hampir 3 bulan. Terlebih di dua kehamilan sebelumnya saya tidak pernah merasakan kehilangan seperti ini, jadi saat merasakannya ada perasaan sedih yang tiba-tiba hinggap, apalagi ketika anak-anak mengoceh tentang batalnya mereka memiliki adik.
"Batal ada adek"
Kenapa Tidak Program Kembali?
Saya masih merasakan sedikit trauma dari kehamilan KET ini, terlebih dokter menyarankan untuk menunda kehamilan sampai minimal 6 bulan setelah operasi, atau dokter mengizinkan saya untuk kembali hamil di bulan Januari kelak. Tapi suami mengatakan kalau dia sudah tidak ingin lagi melihat saya merasakan kesakitan yang sama.
Untuk itu kami ingin menunda kehamilan kembali sampai setidaknya setahun atau sampai saya sudah sepenuhnya siap untuk kembali mengandung. Mengingat bahwa wanita dengan riwayat KET, kemungkinan mengalami KET kembali di kehamilan berikutnya juga semakin membuat saya was-was.
Tapi bismillah ... semoga Allah mengangkat rasa trauma yang saya alami, dan Insyaa Allah jika Allah berkehendak maka Allah akan kembali memberikan keluarga kami rejeki berupa calon adek yang ditunggu-tunggu oleh kakak-kakaknya. Dan semoga di kehamilan berikutnya, kehamilan yang saya jalani bisa lebih baik dan tanpa gangguan yang berarti.
Penutup
Semoga tulisan ini adalah tulisan terakhir saya dari hasil kegalauan di satu bulan ini. Ada rasa ragu sebenarnya untuk memposting tulisan ini ke blog, takutnya malah terlihat seperti "mengeluh" dan "cengeng" tapi seperti komitmen saya di awal saya kembali memutuskan untuk kembali aktif di dunia tulis-menulis bahwa "Writing Is Healing", maka anggaplah tulisan ini adalah cara saya mengelolah kegalauan setelah ditimpa kehamilan diluar ekspektasi yang berujung kehilangan janin dan sebagaian tuba falopi yang saya miliki. Doakan saya agar dapat kembali dengan lebih baik lagi, dan semoga tulisan-tulisan kedepan bisa lebih bermanfaat--bukan sekedar tulisan kegalauan, hehehe.
Post a Comment